Self-sustaining Microenvironment (Part I) ~ I Think I Really Want One In My Room ^^


Tertanggal 16 November 2012 ada 2 agenda penting yang tercatat dalam benakku. Yakni bertemu klienku dan rapat responsi ASOT (prakt. Analisis Sediaan Obat Tradisional). Yang pertama di Farmasi UGM dan yang kedua di Farmasi USD. Alhamdulillah keduanya berjalan dengan lancar. Dan usai rapat responsi ASOT aku pun bergegas pulang karena ada banyak pekerjaan menumpuk, selain itu langit mulai semakin gelap dan aku tidak ingin diterpa hujan di jalan, gantengku luntur ngko :p . Dan saat hampir sampai tempat parkir tokoh yang paling tidak dinanti-nanti datang, deng deng! Tiba-tiba pak Enade muncul dengan maticnya. ‘Ada acara apa kau di sini?’ katanya, ‘err… habis rapat untuk praktikum ASOT pak’ kataku, ‘habis ini gak ada acara apa-apa khan?’ beliau bertanya kembali, ‘gak ada sih pak’ kataku. ‘, ‘yuk kita diskusi dulu’ ajaknya. What the hell… bukannya ada proyek dari jenengan yang harus kuselesaikan segera? hahaha… ah sudahlah, manut wae… Tapi sebelum diskusi aku malah diajak beliau ngliat pembuatan kolam untuk membudidayakan koi, bilangnya sih buat pengabdian masyarakat. Basically he got this crazy idea of proofing that it is easy to farm Koi fish, so that people can eat Koi fish instead. I know… what the fuck it is… :p . He always come with some crazy idea, suit his nickname well :D

Dan sesampai di tempat pembuatan kolam ternyata ada Hans, Angga, dan satu lagi yang kulupa namanya, yang mereka semua adalah mahasiswa yang kelompoknya di bawah pengawasanku saat praktikum ASOT. Di sana mereka sedang menyusun batako dan menaruh lapisan kedap air di atasnya, err… semacam spanduk mungkin? It’s still halfway so not much to see. Dan di tengah-tengah perbincangan pak Enade dengan mereka salah satu mahasiswa mengatakan kalau Romo Sunu sedang di laboratoriumnya, sebuah microenvironment hutan bakau di belakang kampus. Pak Enade pun langsung mengajakku ke sana. Dan sampai di sana aku merasa kagum saat melihat sebuah kolam kecil berukuran sekitar 2 x 2.5 meter dengan beberapa pohon bakau kecil di tengahnya dengan tumpukan bata untuk membatasi air dan lumpur tempat bakau tumbuh. Dan yang menakjubkan ternyata ada kepiting bakau di sana. Pak Enade berkata padaku “Ini hidup terus tanpa diapa-apain lo”, aku terdiam sejenak sambil tersenyum menatap kagum hutan mini itu… lalu aku bangkit dari posisi bungkuk ke posisi berdiri tegap sambil tetap menatap hutan itu dan berkata “self-sustaining”, dan beliau mengulang perkataanku “self-sustaining”. I think it is awesome, how life will strife to survive even inside a limited environment ^^ . Mengingatkanku pada kolam di Sekolah Pascasarjana di mana dalam kolam yang sangat besar itu hidup begitu banyak ikan yang berukuran sedang dan besar, serta beberapa tumbuhan air, dan meski tanpa diberi makan pun mereka terus hidup. Dulu Romo Sunu pernah bercerita padaku tentang penelitian beliau, bagaimana beliau melakukan penelitian terhadap hutan bakau dengan membuat microenvirronment di laboratoriumnya. Dan oleh karenanya aku pun menciptakan istilahku sendiri, yakni ‘self-sustaining microenvironment’.

Little Mangrove Forest :D – could you find the crabs? :)

Saat pulang aku masih terkagum dengan apa yang kusaksikan di USD. Jadi saat sampai di rumah aku pun langsung searching tentang life in a bottle & microenvironment. Then I said to myself “I want one…. *pause… I think I really want one in my room *giggle”. Lalu kuputuskan untuk membuat sendiri microenvironment, untuk kutaruh di dalam kamarku. Kebetulan ada genteng dari kaca, jadi ada sedikit cahaya matahari yang masuk ke kamarku, tapi tidak terlalu banyak. I think it is a perfect condition. Harapanku gak muluk sih, aku cuman ingin melihat daur kehidupan terjadi dalam sebuah botol, meskipun yang hidup hanya hewan-hewan kecil dan mikroorganisme.

Dan tadi sore usai hujan aku pun mulai mengumpulkan tanah di halaman belakang rumah dan kumasukkan dalam botol, lalu ada ampas teh juga, serta aku mengambil tanah dari pot tanaman dengan harapan ada spora jamur yang ikut masuk. Terakhir kumasukkan sedikit gula pasir untuk energi siap pakai :p dan juga satu biji Hokeri (sepupunya Gelombang Cinta). Lets see what will happen. Sejauh ini aku hanya terkejut, karena ternyata ada banyak sekali hewan kecil di dalamnya, arthropoda dan cacing-cacing yang sangat kecil hahahaha… oh well, I just can’t wait to see … ^^

To be continued…

Bantul, November 17th 2012

Muhammad Radifar

Damn Psy! ~ More K Than Before :p


Awalnya cuman tertarik liat share di fb, ada parodi Gangnam Style dalam bahasa Jawa, dan begitu nonton di Youtube langsung ngakak meski belum pernah nonton Gangnam Style yang aslinya. Di sini diriku masih belum tertarik untuk nonton video aslinya. Terus tadi siang gak taunya ngliat parodi yang lainnya, yang judulnya Ora Masalah Har! Which is keren banget hahahaha…

Dan gara-gara itu aku pun makin penasaran dan akhirnya untuk memutuskan untuk menonton video aslinya dan diriku langsung kecanduan ama Psy, dan ternyata emang lagunya keren-keren. Dan setelah kuanalisa kesukaanku ama lagu-lagunya Psy bukan tanpa alasan, karena sebenernya warna musiknya mirip banget ama Home Made Kazoku. Akhirnya ada juga musik Korea yang nyantol di hatiku :p, dan dengan begini produk Korea yang kukonsumsi selain Manhwa-nya (The Breaker dan The Breaker: New Waves) ialah musiknya meski baru satu :D

 

Bantul, October 6th, 2012

Muhammad Radifar

Godira :3 (Part 2) ~ Ngabuburit di Trimulyo


Part 1

[Update]

Lokasi-lokasi pengambilan foto dapat dilihat di sini

(Diupdate pada 5 Agustus 2012)

Sore setelah Godira pertama di awal Ramadhan yang lalu diriku menemukan share menarik dari Kratonpedia, yakni sebuah jembatan di Trimulyo. Jembatan itu begitu menarik perhatianku sehingga tanpa pikir panjang aku berkata pada diriku “Ini dia targetku selanjutnya! ^^”. Dan jam-jam selanjutnya pun kuisi dengan mencari-cari di mana tepatnya lokasi jembatan itu. Awalnya hanya dengan berbekal petunjuk alamat “Pendeman, Trimulyo, Sleman” diriku melakukan pencarian, dan ternyata lokasinya terdapat di samping jalan Magelang, kebetulan banget! Soalnya Godira di pagi hari juga diriku nggowes sampai Jamal, artinya aku nggak usah bingung-bingung nyari rute yang enak menuju ke Jamal :D. Kemudian bagian tersulitnya adalah mencari lokasi tepatnya jembatan itu. Untungnya saat searching Trimulyo di Googlemap nampak jelas wilayah & perbatasan Trimulyo jadi bisa mempersempit ruang pencarianku dalam menemukan jembatan itu. Dengan jeli mataku menilik satu per satu sungai dan jembatan dari “angkasa”, dan untungnya dengan bantuan Panoramio yang terintegrasi dengan Googlemap diriku bisa melihat foto-foto yang pernah diambil di sana. Hingga kemudian aku menemukan jembatan besar yang cukup menarik perhatianku, dan kuarahkan “orang-orangan oranye” di Googlemap ke arah jembatan itu, dan tadaaaaa! Ketemulah jembatan yang kucari ^^. Dan usut punya usut ternyata nama tempatnya adalah dam Jogokerten. Yup, jembatan ini berdiri tepat sebelum sebuah dam yang bernama dam Jogokerten.

Tulisannya sih Tri Mulyo, tapi kata Okta yang bener itu Trimulyo *gak dipisah
:)
Bermain-main dengan si manusia oranye (Panoramio) ^^

Selanjutnya adalah mencari jalan masuk dari jalan Magelang, bagian ini harus kuakui cukup sulit, karena ternyata jalan masuknya banyak banget! Hahahaha… Lalu aku teringat kebetulan Okta rumahnya di Jalan Magelang, kali aja dia malah tahu posisi dari jembatan ini (dan juga jalan masuknya dari Jamal km berapa). Tapi saat senin kutemui ternyata malah gak tau, padahal rumahnya dia ternyata juga di daerah Trimulyo hahaha. Lalu akupun melanjutkan googling dan aku melihat alamat yang tidak asing bagiku, yakni wikimapia xD. Iseng-iseng kubuka dan ternyata bisa dibuka, oalaaahh ternyata dulu aku gak bisa buka wikimapia emang gara-gara si Sulastri yang kadang memblokir situs-situs tertentu hadeeehhh… Satu hal yang paling menyenangkan dari wikimapia ialah tagging, di wikimapia banyak tag lokasi, seperti sekolah, rumah sakit, kantor, jembatan, usaha percetakan, bengkel, lapangan, bahkan sampai alamat pribadi gyahahaha. Berkat wikimapia aku pun bisa mencari ancer-ancer jalan masuk dari Jamal. Last but not least, planning! Aku pun menyiapkan rute perjalananku dari rumah sampai Dam Jogokerten, dan aku berencana untuk berangkat hari sabtu tanggal 28 Juli di siang/sore hari, karena diriku berniat untuk ngabuburit di sana :D.

Dan tibalah hari H, karena diriku berniat untuk sholat ashar di sana maka diriku berencana berangkat pukul 13.20, karena estimasiku perjalanan akan memakan waktu sekitar 1 jam 50 menit dan adzan ashar pukul 15.08. Pagi-pagi aku sudah mempersiapkan semuanya, jaket, sarung, tas selempang, dan kamera, oh ya tidak lupa hp dan dompet. Kenapa bawa jaket? Karena ada kemungkinan pulang pas maghrib, dan karena diriku tidak tahan dingin dan hanya menggunakan kaos jadi kuputuskan untuk membawa jaket, you know, it’s so cold in Jogja lately :D. Lalu hal yang menarik lainnya adalah kenyataan bahwa sarungku dan kamera bisa muat dalam tas selempangku yang kecil xD. Ah iya, aku juga memompa ban sepedaku untuk memastikan perjalanan lebih mulus dan efisien, kau tahu, ban yang gembos lebih berat saat dikayuh :D. Kemudian selepas adzan dan sholat dhuhur entah kenapa rasanya begitu excited, pengen cepet-cepet berangkat wakakakakak. Dan dipikir-pikir mungkin aku akan butuh waktu lebih untuk ambil foto-foto di tengah jalan, better earlier than late :D

Akhirnya kuputuskan untuk memajukan jadwal, jam 13.03 aku berangkat dari rumah. Rutenya sama seperti Godira pertama, hanya saja setelah melewati jalan Pondok Indah, bukannya ke kiri menuju jalan Anggajaya diriku memilih belok kanan, it’s shorter this way :). Hingga akhirnya sampai juga di Jakal km 8 seperti kemarin dan melewati rute yang sama lagi. Satu hal yang cukup mengesalkan adalah kenyataan bahwa ada begitu banyak awan yang berkeliaran di atas sana namun semenjak diriku meninggalkan rumah hingga Jakal tak ada satu awan pun yang bersedia menaungiku, yah aku tahu, sebenarnya kenyataan bahwa aku berangkat di siang seperti ini adalah kebodohan tersendiri -_- … Dan jalan kapten Haryadi dan Gito-Gati yang menjadi harapanku ternyata juga panas, meski tidak sepanas jalan-jalan sebelumnya, alhasil suasana di tempat itu terasa kontras dengan suasana saat pertama kali kesana hadeehh -_- …

Saat akhirnya sampai di persimpangan Denggung aku mengecek jam di hape-ku dan agak kaget karena ternyata baru jam dua lebih dikit, hualah… ternyata aku salah itung. Selama ini aku memakai perjalanan dari rumah ke kampus sebagai patokan, karena untuk mencapai kampus yang jaraknya kurang lebih 8 km membutuhkan waktu sekitar 40 menit maka kupikir akan butuh waktu 1 jam 50 menit untuk sampai lokasi tujuan yang jaraknya kurang lebih 23 km. Lha ini dah 2/3 perjalanan lebih dikit aja cuman makan waktu 1 jam. Itu artinya aku akan sampai lokasi tujuan sekitar setengah jam lagi. Maka untuk mendelay perjalanan aku pun mampir ke lapangan Denggung, mengambil foto-foto di sana dan mencoba setingan-setingan pada kamera yang kupinjam dari Hawwin. Kesan pertamaku, lapangan ini nampak gersang, seperti kebanyakan lapangan di Jogja, kupikir karena lokasinya yang sedikit lebih tinggi dan udaranya yang sedikit lebih dingin rumputnya akan hijau, ternyata nggak juga. Lalu di sisi selatan lapangan ini terdapat monumen satwa atau monumen gajah, atau monumen apa lah itu, entah apa maksud dari bangunan itu aku juga nggak ngerti.

Lapangan Denggung yang gersang >.<
Monumen gajah, atau monumen satwa? Atau apalah -_- …

Setelah foto-foto sekaligus ngaso selama 10 menit aku pun melanjutkan perjalanan, dan seperti yang telah kuperkirakan, tanjakan di jalan Magelang memang tidak curam, bahkan anehnya kadang malah naik turun -_- … Aku gak ngeh, soalnya biasanya kalau lewat jalan ini naik mobil atau motor jadi gak kerasa. Kulihat sekitar, “koq gak ada yang pake sepeda O.o”, tanyaku. H‌ingga satu ketika ada seorang anak kecil naik sepeda di sisi jalan yang lain, dan diriku berkata pada diriku sendiri “hei, ada yang naik sepeda! hahahaha”, gak penting banget yah? xD. Di jalan ini aku pun harus rajin-rajin memperhatikan lokasi sekitar, dan jalan-jalan masuknya, serta bilangan km dari lokasiku. Clue pertama adalah Polres Sleman, lalu kedua adalah RSUD Sleman. Lucu, mereka tidak terlihat sebesar yang di foto angkasa. Setelah melewati RSUD Sleman aku masuk di jalan kecil yang terletak di jalan Magelang km 14, sekali lagi segalanya terlihat berbeda dari yang kubayangkan, awalnya kup‏ikir kampung yang kulewati adalah kampung yang besar, tapi ternyata tidak, dan rumah-rumahnya pun sederhana. Bahkan jalan aspalnya pun jauh lebih kecil dari yang kubayangkan, that being said, you can’t really correlate the picture from the sky and the real object. Oh ya, satu hal yang menarik dan memang sudah kuduga sebelumnya adalah jalanan di sini akan “cukup” menanjak, karena saat kulihat di Googlemap memang banyak petak-petak sawah yang bentuknya melengkung-lengkung yang menandakan bahwa di situ terdapat banyak sengkedan dan area di sana miring. Dan karena diriku merasa kelelahan akupun menurunkan gigi sepedaku, how pathetic xD.

Semakin aku memasuki kampung di sini semuanya terasa semakin sepi, wow, aku berada di daerah antah berantah pikirku. Apalagi saat melewati perbatasan antar dusun, sepiiii, dan gak ada rumahnya hahahaha, piye iki? xD. Aku pun terus mengayuh hingga akhirnya sampai di sebuah dusun, bernama dusun Sidomulyo. Aku memang berencana untuk sholat ashar di sini karena saat mengotak-atik Googlemap aku bisa melihat masjid yang terletak di bagian paling utara dari dusun ini dengan jelas, seriously, you can find it so easily since it stands out among the houses around it.

Jika bukan karena bulatan putih berkilau di atasnya, aku tidak akan tau kalau itu masjid xD

Dan begitu sampai di masjid aku mengecek hapeku dan jam menunjukkan pukul 14.40, hualah, ashar masih setengah jam? Njuk ngopo iki? Lalu aku membasuh tangan, muka, dan kakiku yang kering karena sengatan sinar matahari. Selesai membasahi badanku aku pun berkeliling melihat masjid dari beberapa sisi. Hmmm, ternyata masjid ini tidak sebesar yang kukira, but from the inside, it looks neat though. Desainnya simpel dan fungsional. Kemudian aku mengambil foto-foto dari dalam masjid lalu ngaso sambil menunggu waktu ashar yakni pukul 15.08, “huwaahhh, masih seperempat jam lagi” kataku.

Duduk di masjid, sambil foto-foto :)

Lalu saat adzan ashar pun tiba, namun kenapa masjid ini belum adzan-adzan juga? Mana belum ada orangnya lagi! Yowis lah, tak wudlu dulu. Selesai wudlu aku pun mengenakan sarung dan berdiam diri di dalam masjid. Tak lama kemudian ada dua orang kakek-kakek, salah satu kakek itu memintaku untuk mengadzani, What The Hell!!!? Aku khan gak biasa adzan dan aku baru pertama kali sampai sini! Lalu aku menenangkan diri sambil berkata dengan lembut, “Kula dereng nate teng riki” (red. saya belum pernah ke sini). Lalu dengan innocent dan tenangnya kakek itu langsung menunjuk ke saklar yang di sampingnya terdapat sebuah mic sambil berkata “iki”. Oh baiklah, aku pun tanpa pikir panjang langsung menyalakan saklar, memastikan mic sudah on dan dengan nekat mengumandangkan adzan xD. Selesai diriku adzan maka orang-orang mulai berdatangan dan aku beserta beberapa orang yang sudah tiba di masjid melaksanakan sholat sunah, saat roka’at pertama ada satu hal lagi yang membuatku kaget, ada seorang bapak yang datang lalu juga mengumandangkan adzan, What The Hell!!!!? Iki kie piye je? Adzan koq sampe dua kali? Gyahahahaha xD. Saat aku selesai sholat sunah dan bapak itu selesai adzan lalu orang-orang di belakang tertawa sambil mengejek “kowe kie piye je, iki mau wis diadzani karo mas-e og”, aku pun cuman bisa tertawa geli melihat kejadian itu. Tapi harus kuakui, sebagiannya memang salahku karena tadi pas adzan mic-nya tidak kupegang melainkan kubiarkan menempel di dinding sehingga suara adzan lebih pelan dan bapak tadi tidak bisa mendengarkan adzanku. Lalu setelah bapak yang mengejek temannya yang baru saja adzan itu mengejek ia pun langsung mengambil inisiatif untuk qomat dan dengan jamaah yang kira-kira terdiri dari kurang lebih 10 orang kami pun memulai sholat ashar.

Bisa kau temukan mic-nya? Ada di sebelah kanan mimbar :)
Dan di samping kiri mic adalah saklar untuk menyalakan mic kalau-kalau kau ingin adzan di sini juga xD

Selesai ashar, aku pun mengambil tas selempang dan jaket yang sebelumnya kuletakkan di pojok masjid. Kulipat sarungku dan kumasukkan dalam tas selempang. Lalu aku pun mengambil kameraku dan melangkah keluar. Kufoto tempat-tempat sekitar masjid, tidak banyak hal yang bisa difoto di sana, hanya ada SD dan kebun salak. Tadinya aku expect untuk bisa mengambil gambar dari gunung Merapi dan Merbabu, sayangnya langit sedang mendung jadi kedua gunung tersebut tak nampak sama sekali :(

SDN di desa Sidomulyo, langitnya mendung, semendung hatiku :(
halah….
Salak salaaaak, di sini banyak loh kebon salak :3
Ini adalah kebon salak di seberang masjid

Kulanjutkan perjalanan dengan menggowes ke arah timur, kulihat jalanan di sekitar, dan tempat ini sepertinya yang paling subur di antara jalan-jalan yang kulewati sebelumnya, ada kebun salak di mana-mana. Dan orang-orang di sini pun memancarkan aura yang ramah sehingga diriku tidak sungkan untuk menyapa dengan “nderek langkung mbah”, “nderek langkung mas” :) . Oh ya, tujuanku selanjutnya adalah sungai Bedog yang nantinya akan bermuara ke dam Jogokerten. Tempat yang kutuju ini letaknya di belakang kantor PU di Trimulyo. Aku pun mencari jalan masuk, agar aku bisa turun ke kali dan akhirnya sekitar 50 meter sebelah selatan dari kantor PU diriku menemukan jalan masuk menuju sawah dan ladang. Kuparkirkan sepedaku di tengah-tengah sawah, lalu dengan mblasuk-mblasuk di ladang orang aku pun berhasil menemukan sungai yang kucari, dan betapa terkejutnya diriku ternyata sungai ini daleeeeeeeemm banget O.o . Oh baiklah… ingin turun kesana tapi rasanya tidak mungkin karena tidak ada jalan untuk turun, turunannya pun amat curam sehingga kalaupun aku bisa turun entah apa aku bisa naik hahaha. Sayang sih, karena dari foto satelit ada bagian sungai yang melebar dan nampak bagus. Tapi kalau diperhatikan sebenarnya nggak sebagus itu juga sih :D.

Jalan aspal nun jauh di sana :)
Kantor PU dari kejauhan
Seharusnya aku sadar saat melihat pucuk pohon kelapa yang tingginya tidak jauh dari garis horizon, bahwa sungai di depan sana amat sangat jauh di bawah sana -_- …
Setelah kuberjalan cukup jauh menuju kali Bedog kutengok ke belakang, lalu aku berkata “hei, di mana sepedaku?”
Lihat khan?! Bahkan ada yang pucuk kelapanya di bawah coba! O.o
Bisakah kau temukan aliran kali di balik pohon pisang? :D

Akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan perjalanan ke selatan menuju ke tujuan utamaku, dam Jogokerten. Saat hampir sampai nampak hutan bambu yang lebat dari kejauhan, dan diriku berkata ooohh ini to tempatnya… Kucari-cari tempat yang bisa kupakai untuk memparkirkan sepedaku, dan kutemukan tempat di bawah hutan bambu sebagai tempat parkir sepedaku. Hmmm, kesan pertama, jembatannya ternyata jauh lebih besar dari yang kukira, it’s totally different than the one in the picture xD. Lalu turun dari sepeda kuputuskan untuk mencari sudut pandang yang bagus untuk memotret jembatan ini. Aku berjalan dari satu ujung jembatan ke ujung yang lain dan sampailah aku di dusun Pendeman (sepedaku ada di seberang, di dusun Panasan). Aku pun memotret jembatan ini dari dusun Pendeman, menghadap ke barat, dan kebetulan matahari sedang hendak membenamkan diri, wow silau hahaha. Lalu aku melihat ada jalan menurun di samping sisi kanan jembatan (sisi utara) yang menuju ke sungai Bedog dan kuputuskan untuk turun ke sana. Sampai di bawah sana aku pun ngeh kalau foto yang diambil di Fesbuk maupun Panoramio diambil dari sisi utara. Sayangnya, airnya sedang surut dan semuanya terlihat gersang sehingga tidak seindah yang kulihat di foto, apalagi dengan airnya yang agak berkabut biru :(. Namun diriku tetap memotretnya dari beberapa sudut dan jarak berbeda.

Membelakangi matahari, membelakangi jembatan
Ouch! Silau! >.<
Di sebelah kanan jembatan nampak jalan setapak menuju kaki jembatan.
Jembatan nampak dari sisi utara ^^

Setelah memotret sisi utara aku pun melewati kolong jembatan dan memang jembatan ini benar-benar besar O.o, nothing like I imagined. Setelah di sisi selatan aku pun kembali ke tempat semula, tempatku memparkirkan sepedaku. Lalu aku sedikit naik dan menuju ke selatan lagi, aku penasaran melihat dam Jogokerten yang seharusnya airnya melimpah dan tercurah dengan deras ke kali di bawahnya. Sayang… karena musim kemarau airnya hanya menggenang. Dan di bawah kulihat ada 3 orang pemancing yang nampaknya sedang menunggu waktu berbuka sambil memancing, sotoy hahaha. Seperti orang desa kebanyakan, mereka ramah, saat kusapa dari sekitar 30 meter di atas mereka pun mereka menyahut sapaanku sambil tersenyum :). Dan kulihat di belakang para pemancing itu terdapat aliran kali Bedog yang perlahan namun pasti melalui bebatuan besar di kali itu. Aku rasa dari semua bagian, bagian ini yang pemandangannya paling bagus. Aku pun mencoba terus menuruni jalan setapak menuju ke bawah namun tidak sampai bawah tempat di mana para pemancing berada, untuk mengambil beberapa gambar. Jam sudah menunjukkan pukul 16.30 dan kuputuskan untuk pulang ke rumah, karena sebisa mungkin aku ingin berbuka di rumah.

Dam Jogokerten nampak dari kolong jembatan :D
Trio fisher beserta kali yang cukup apik di belakangnya :)
Dam Jogokerten nampak berdiri megah di hadapan para pemancing O.o
Sepedaku di bawah rerimbunan hutan bambu ^^

Nah, seperti biasa, diriku hanya merencanakan rute saat berangkat, bukan rute pulang :p. Sehingga aku pun asal memilih jalan ke selatan dan kadang ke timur, belak belok belak belok, hingga akhirnya aku keluar di jalan Magelang km 11 (aku lupa tepatnya). Di jalan Magelang udara sudah mulai terasa dingin sehingga kuputuskan untuk memakai jaket, lalu sampai di persimpangan Denggung aku memilih belok ke kiri menuju jalan Palagan Rejodani AKA Gito-Gati, lalu sampai di jalan Palagan aku belok kanan, untuk pertama kalinya aku melewati jalan Palagan dengan bersepeda hahaha. Cukup menyenangkan :D. Lalu sampai ringroad belok kiri melewati ringroad hingga perempatan Concat, di perempatan Concat aku mengecek hape dan berkata “wow, setengah jam sebelum buka, do I have enough time?”. Begitu lampu hijau aku pun masuk ke Gejayan dan ngebut meskipun jalanan cukup ramai karena hampir waktu berbuka. Aku masih ingat betapa dehidrasinya diriku, mulutku terasa begitu kering, lidahku pun demikian hahahaha, kebodohan xD

Dan Alhamdulillah, aku berhasil sampai rumah tepat saat adzan maghrib berkumandang, pertama-tama langsung kuteguk teh hangat dan air putih sebanyak-banyaknya. Keringat pun langsung bercucuran dari kulitku segera setelah minum hohoho… menarik, jadi sebenarnya selama ini tubuhku ingin berkeringat tapi gak bisa-bisa gara-gara dehidrasi xD . Alhamdulillah, Godira kali ini yang sangat menguji skill navigasiku dan fisikku dapat terlalui dengan sangat baik :). Untuk selanjutnya aku memutuskan untuk nggowes ke embung Tambak Boyo dan candi Gebang, nanti saat tubuhku kembali prima :)

August 4th, 2012
Muhammad Radifar